Transparansi Pemerintah Dipertanyakan dalam Proses Alih Kelola Blok Wabu

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto

SUARAKITA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto pertanyakan transparansi proses alih kelola Blok Wabu dari Freeport ke perusahaan lain tanpa proses lelang yang terbuka.

Menurutnya, berdasarkan UU No.3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara, harusnya setiap kawasan tambang yang sudah selesai masa kerjanya dikembalikan kepada negara. Kalaupun akan diserahterimakan kepada pihak lain harus dilakukan proses lelang sesuai ketentuan.

"Menteri ESDM, Arifin Tasrif, harus menjelaskan kepada publik status tambang emas Blok Wabu. Semestinya BUMN mendapat prioritas pertama untuk ditawarkan bukan malah diperebutkan pihak swasta," ujar Mulyanto.

Berdasarkan data Kementerian ESDM 2020, Blok Wabu menyimpan potensi sumber daya 117.26 ton bijih emas dengan rata-rata kadar 2,16 gram per ton (Au) dan 1,76 gram per ton perak.

Nilai potensi ini setara dengan US$14 miliar atau nyaris Rp 300 triliun dengan asumsi harga emas US$ 1.750 per troy once.

Sementara itu setiap 1 ton material bijih mengandung logam emas sebesar 2,16 gram. Angka ini jauh lebih besar dari kandungan logam emas material bijih Grasberg milik Freeport Indonesia yang setiap ton materialnya hanya mengandung 0,8 gram Emas.

Blok Wabu merupakan konsensi emas yang dilepas atau diciutkan kepemilikannya oleh PT Freeport Indonesia. Sesuai Undang-udang Nomor 4 Tahun 2009 yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, wilayah tambang emas yang telah dilepas asing harus dikembalikan ke negara, di mana selanjutnya prioritas penawaran tambang diberikan kepada BUMN atau BUMD.

"Saya minta Menteri ESDM terbuka dan transparan. Ini penting agar ada kejelasan bagi publik serta tidak menilmbulkan polemik di masyarakat. Jangan sampai masyarakat menduga, berbagai lelang tambang dilakukan tidak transparans.

Selanjutnya 1 2
Penulis:

Baca Juga